Sunday, September 20, 2009

Perayaan Kesucian

Bahagia rasanya bisa merayakan idul fitri, 1 Syawal 1430 H ini dengan keluarga. Berbagai kegiatan yang semakin mempererat hubungan silaturahmi sesama anggota keluarga terasa begitu bermakna. Jika tahun sebelumnya Idul Fitri dilalui dengan kesendirian tanpa keluarga karena sedang berada dirantau, maka tahun ini patut disyukuri. Disyukuri karena saya masih memiliki keluarga, disaat orang lain melewati idul fitri tanpanya, disyukuri karena saya masih memiliki rumah tempat tinggal dengan keluarga, disaat orang lain berlebaran di tenda pengungsian akibat gempa Tasikmalaya.
Rasa syukur patut juga dihaturkan ke haribaan yang Maha Kuasa, karena nikmat kesehatan yang masih bersedia hinggap di badan dan jiwa ini, disaat banyak orang lain tidak dapat menikmati hidup. Jangankan menikmati hidup, udara saja banyak yang tidak bisa menghirupnya dengan sempurna, walaupun telah diberikan Tuhan dengan gratis.

Coba sobat bayangkan, Jika kita disuruh bayar setiap udara yang dihirup oleh Nya. Maka pasti habis energi hidup ini untuk membayar udara yang dihirup tadi. Jika saja biaya pemakaian tabung Oksigen di rumah sakit setiap jam kurang lebih Rp. 30.000,-, maka dalam satu hari (24 jam) kita harus bayar Rp. 720.000,-. Dalam satu bulan jumlah tagihan oksigen kita Rp. 21.600.000. Dan dalam satu Tahun Rp. 259.200.000,-.

Jika Dia menagih oksigen yang telah kita hirup semenjak lahir, silahkan hitung saja sendiri. (menghitungnya saja pasti capek apalagi bayarnya). Sungguh nikmat kesehatan adalah nikmat yang sangat indah dan berharga. Huff....Thanks God, Alhamdulilah. Sungguh Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang. Dengan kasih sayang-Nya saya masih bisa menikmati teknologi, salah satunya Internet dan bertemu banyak orang baik di dunia maya, termasuk para blogger yang selalu menyemangati.

Dibalik semua nikmat yang masih diberikan Tuhan di hari yang fitri ini, tiba-tiba timbul pertanyaan, apakah saya pantas menerima nikmat yang banyak tersebut? apakah saya berhak merayakan hari yang diperuntukan bagi orang-orang yang mendapatkan kembali “kesuciannya”. Apakah Tuhan akan ikhlas jika saya juga ikut nimbrung dalam jamaah shalat ‘id dan bertakbir memuja namaNya.? Apakah saya pantas menerima ucapan Minal Aidin Wal Faizin? Sebuah ucapan yang oleh sebagian banyak orang salah mengartikan dan menterjemahkannya dengan mohon maaf lahir batin. Apakah saya kembali Suci (fitrah).

Sepertinya saya masih jauh dari hal tersebut. Maunya sih ingin mengklaim diri udah kembali suci lagi nih. Tapi kok ada yang mengganjal ya?Sepertinya ada sesuatu yang nggak pas dengan klaim tersebut . Hati kecil saya seolah berkata sinis kepada saya, “Berry Devanda, jangan merasa suci dulu kamu, Sholat aja masih sedapat mungkin di akhir waktu, hoby menggunjingkan aib orang lain walaupun judulnya diskusi dan nggak merasa bergunjing, kata-kata yang terucap aja masih sering menyakitkan perasaan orang lain walaupun maksunya minta dihormati dan dihargai, masih suka merasa lebih dari orang lain, puasa juga sekedar menahan lapar dan haus, biarlah...biarlah dan ikhlaskanlah titel orang yang kembali fitrah itu diterima oleh yang berhak, dan yang pastinya bukan Kamu”.

Saya coba juga teguhkan hati bahwa saya berhak juga mengklaim diri kembali suci, tapi malah semakin keras ganjalannya. Sepertinya memang belum jatah saya titel itu. Saya berpandangan, bahwa seseorang yang kembali suci tersebut kurang lebih bentuknya seperti ini, orang sangat bijaksana, pandangan matanya sejuk, gerak gerik dan tingkah lakunya selalu menyenangkan orang yang berada didekatnya, murah senyum, wajah berseri membuat mata tak pernah bosan memandangnya, selalu menebar bahagia ke sekitarnya. Cara berpakaiannya tidak menimbulkan rasa jijik, iri dan fitnah terhadap dirinya, sangat enak dipandang mata. Analogi sederhananya sama dengan seorang bayi yang baru dilahirkan. Karena semua bayi dilahirkan dalam keadaan suci. Seorang bayi selalu membuat kita tersenyum, karena ia tersenyum dengan ikhlas. Selalu membuat kita selalu ingin memandangnya karena tingkah polahnya penuh keikhlasan tak ada kepura-puraan.

Selain itu, Memiliki etos kerja yang powerfull dengan responsibility maksimal. Menjadi tempat mengadu ketika susah dan pengingat ketika bahagia. Benar-benar manusia paripurna (insan kaamil). Saya sudah seperti itu? He...he...he... Muke lho jauh....

Wajar saja ketika mengklaim saya sudah kembali suci, hati kecil saya tersenyum sinis seraya kemudian tertawa terpingkal-pingkal. Huff...tak apalah, jika tahun ini belum jatah saya, mudah-mudahan tahun depan hati kecil saya bisa setuju saat saya klaim kesucian lagi. mudah-mudahan juga masih diberi kesempatan untuk itu. Tapi sebenarnya kan nggak harus nunggu bulan puasa dulu kan? Proses merebut kembali kesucian kan bisa kapan saja dan dimana saja. Mari sama-sama kembali merebut kesucian kita masing-masing....yuk mari...
Salam berry devanda.

Sumber Gambar : http://n4nachiby.wordpress.com

No comments:

Post a Comment